Bangun
pagi dan pergi ke kampus adalah kegiatan rutinitas yang cukup membosankan.
Namun daripada membuang-buang waktu, biasanya saya menggunakannya untuk
memikirkan banyak hal yang biasanya membuat saya sampai ke kampus saya tanpa
terasa lama.
Ada
hal yang unik di pagi ini yang membuat saya tidak bisa berhenti berpikir. Pagi
ini saya melewati jalan yang sudah biasa saya lewati untuk menuju kampus. Di
sana ada seorang anak kecil sedang belajar sepeda, dan ketika melewati polisi
tidur yang ada di depannya… dia terjatuh.
Dia
langsung berusaha secepat mungkin berdiri lagi tanpa menunjukkan tanda-tanda
kesakitan sekalipun terbentuk jalan aspal yang tajam, lalu segera membenarkan
posisi sepeda kecilnya.
“Wow!”
saya tidak sadar mengeluarkan kata itu, lalu meminggirkan sepeda motor,
berpura-pura menunggu orang hanya agar bisa terus memperhatikan anak ini.
Ia
mendorong sepedanya melewati polisi tidur itu lalu berbalik arah untuk kembali
menantang polisi tidur yang tadi ‘mengalahkannya.’ Sang anak mengayuh sepedanya
dengan mantap. Kali ini dia berhasil melewatinya, namun sedikit kurang stabil
dan hampir terjatuh sekalipun masih bisa ditahan oleh kakinya sendiri
Tak
lama kemudian seorang kakak perempuan menghampirinya. Sang anak meminta
kakaknya untuk mengajarkan cara terbaik untuk mengayuh melewati polisi tidur.
Setelah
itu, saya melanjutkan perjalanan ke kampus sembari berpikir. Kata-kata pertama
yang melintas di pikiran saya adalah, “Anak kecil tadi lebih hebat dari
kebanyakan orang besar.” Saya sengaja menggunakan kata ‘orang besar’, seperti
yang akan saya jelaskan di belakang nanti.
Kebanyakan
orang besar berusaha menjauhi rintangan yang ada dengan melalui jalan lain.
Sama seperti yang saya lakukan beberapa hari yang lalu. Saya melewati sebuah
jalan yang memiliki beberapa tanjakan ataupun polisi tidur. Rasanya kurang
menyenangkan, ditambah dengan perut terasa seperti diacak acak dan tangan yang
pegal karena harus mengontrol gas dan rem bergantian setiap detiknya.
Setiap
kali lewat di sana, saya berpikir “Bagaimana caranya untuk melewati jalan ini
dan sampai di tujuan saya, namun saya tidak perlu mengalami perasaan tidak enak
yang ada tadi setelah tanjakan pertama?” Otak saya segera menjawab, ”Silahkan
menunggu keajaiban!”
Tapi
keajaiban seperti itu tidak akan datang.
Lupakan
khayalan dan harapan Anda yang terlalu mengada-ada. Cara terbaik dan tercepat
untuk menghadapi sebuah masalah adalah maju dan lalui rintangan itu, sama
seperti sang anak kecil dengan sepedanya yang berani menantang kembali
rintangan yang sebelumnya berhasil menjatuhkan dirinya.
Kebanyakan
orang besar atau tua tidak mau mengakui bahwa kegagalan yang ada atau terjadi
berasal dari dalam diri sendiri. Mereka mencari kambing hitam untuk disalahkan.
Misalnya ketika terjatuh seperti anak kecil tadi, mereka akan mengeluh, “Kenapa
sih polisi tidur ini harus ada di sini?”, “Kenapa kamu harus lewat di jalan ini
sehingga kamu tertabrak oleh saya?”, “Kenapa dia harus sukanya sama orang yang
sifatnya berbeda sama saya, itu salah dia!”
Orang
yang seperti itu akan sulit melihat ke dalam dirinya. Mereka cenderung melihat
ke arah luar dan menyalahkan segala sesuatu.
Ihsan
Sulistio Hananto
53409543
4IA07